Senin, 18 Oktober 2010


Bisa ditarik kesimpulan bahwa konsep Thales tentang semesta ini tersusun oleh air adalah berdasar pada pengamatannya bahwa segala kehidupan membutuhkan air. Dalam hal ini sudah ada proses logika meski tidak dimaktubkan sebagaimana soligisme yang kita kenal dari Aristoteles.

Sementara itu teknologi juga berkembang dan digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bila filsafat digunakan untuk melihat secara radikal fenomena yang ada disekitar manusia, maka teknologi lebih memiliki posisi membantu manusia dalam menanggulangi hambatan dalam kehidupan manusia. Keduanya kemudian berinterakasi dalam ilmu pengetahuan dan mengembangkan kebudayaan yang mencirikan kehidupan manusia dan membedakannya dari mamalia lain. Sebagaimana menurut Harun Nasution (1987) akal adalah karunia terbesar yang diberikan Tuhan kepada manusia, dan akallah yang membuat manusia berbeda dengan hewan.

Dalam artikel ini, akan dibicarakan tentang manfaat ilmu dalam kehidupan, sehingga tidak bisa tidak, artikel ini mendiskusikan ilmu sebagai alat. Meski demikian harapan kami bahasan ini tidak dangkal sebagaimana sering orang mempersepsikan alat.

Dalam makalah ini akan dibicarakan ilmu pengetahuan dari sisi aksiologi. Aksiologi berasal dari kata axios dan logos. Axios berarti nilai sedangkan logos berarti teori. Berikut pandangan dari beberapa ahli mengenai aksiologi, diantaranya : Menurut Jujun S. Suriasumantri (2009:35), aksiologi merupakan teori nilai yang terkait dengan fungsi ilmu pengetahuan. Sedangkan Bramel membagi aksiologi menjadi tiga bagian yaitu; Pertama moral product, yaitu tindakan moral. Kedua esthetic expression yang berkaitan dengan nilai keindahan sementara yang ketiga adalah Socio-political life yakni berkaitan dengan kehidupan sosial politik. Ahmad Tafsir berpendapat bahwa aksiologi ilmu memiliki sekurang-kurangnya 3 garapan yaitu (1) ilmu tentang explanasi, (2) ilmu sebagai alat perdiksi, dan (3) ilmu sebagai alat pengontrol.

Selain itu, menurut Levin ada dua pandangan tentang tujuan ilmu pengetahuan. Pandangan pertama adalah pandangan realis dan pandangan kedua adalah pandangan instrumentalis atau antirealis. Menurut pandangan realis tujuan dari ilmu pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran teori sementara menurut instrumentalis tujuan utama dari ilmu pengetahuan adalah pada fungsinya bukan pada kebenarannya. (Levin, 1984:124).

Dalam makalah ini penulis berpendapat bahwa ilmu memiliki 2 sifat yang mendukung eksistensi manusia. Sifat pertama adalah reflektif sementara kedua adalah instrumental.

2. Manfaat Ilmu dalam Kehidupan

Sebagaimana disebutkan oleh penulis bahwa ilmu pengetahuan memiliki 2 sifat pendukung eksistensi manusia. Dengan kedua sifat yang bermanfaat bagi kehidupan manusia tersebut, kemudian manusia berusaha untuk terus menjaga eksistensi ilmu pengetahuan dan mengembangkannya.

2.1. Reflektif

Ilmu pengetahuan memiliki sifat reflektif dimana manusia mampu bercermin dan melakukan kontemplasi terhadap diri dan lingkungannya. Dalam hal ini ilmu pengetahuan memiliki fungsi menggantikan mitos yang pada periode lebih awal digunakan oleh manusia dalam berrefleksi dengan lingkungannya. Selain itu ilmu pengetahuan juga melengkapi filsafat yang berupa postulat-postulat.

2.1.1. Menggantikan Mitos

Pada awalnya manusia membaca fenomena alam dan menjelaskannya dengan menggunakan Mitos. Mitos dikenal dalam berbagai budaya dan peradaban yang berkembang di dunia. Adanya kepercayaan akan dewa-dewa dan kepercayaan akan kekuatan atau kekuasaan dibalik gejala alam yang begitu mempesona manusia menunjukkan bahwa manusia ingin menjelaskan mengapa itu semua terjadi.

Ketika manusia belum memiliki alasan logis terhadap terjadinya gejala alam yang ada maka kemudian menggunakan mitos untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang hal tersebut. Kemudian setelah manusia memiliki kemampuan yang lebih logis, diawali dengan penelitian, refleksi dan koreksi, maka mereka menggunakan hasil berfikir yang lebih logis dan memiliki bukti-bukti tersebut untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang alam yang dihadapinya.

2.1.2. Melengkapi Filsafat

Filsafat mencoba menganalisis sesuatu secara radikal. Karena sifatnya yang radikal maka kadang seorang filosof tidak mampu memberikan bukti-bukti secara empiris. Dalam hal ini sering ilmu pengetahuan memberikan penjelasan terhadap filsafat melalui pembuktian empiris dan experimental sehingga memperkuat postulat yang ada. Dalam hal ini ilmu pengetahuan masih memiliki sifat reflektif bagi manusia dalam memperkuat eksistensinya sebagai mahluk yang mengandalkan ide.

2.2. Instrumental

2.2.1. Memenuhi Kebutuhan Fisik

Makan, minum dan bernafas adalah kebutuhan dasar manusia yang bersifat alamiah. Keperluan akan ketiganya tidak dapat dinafikan. Tetapi memilih menu yang dimakan, cairan yang diminum maupun jenis gas yang dihirup merupakan hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan. Seorang ingin hidup yang sehat maka dia makan dengan makanan yang mengandung gizi seimbang. Adanya ilmu biologi dan kimia mendukung pemilihan makanan yang disajikan. Demikian pula dengan cairan yang diminum. Dengan kandungan zat-zat tertentu dalam minuman mengakibatkan dampak tertentu terhadap kondisi tubuh seseorang. Pemilihan gas yang dihirup dari sebuah tabung diharapkan mampu menyehatkan seseorang. Banyak kebutuhan fisik lain yang bisa dipenuhi dengan menerapkan ilmu pengetahuan.

2.2.2. Memenuhi Kebutuhan Psikologis

Dalam kehidupan manusia terkadang memiliki permasalahan psikologis. Permasalahan tersebut bisa sangat mengganggu manusia dan memberi pengaruh terhadap kondisi fisik manusia. Ilmu psikologi dapat mempelajari bagaimana perilaku kejiwaan manusia dan memetakan kondisi kejiwaan tersebut, dan kemungkinan terapi yang bisa dilakukan untuk memecahkannya. Sementara ilmu psikiatri dapat memberikan alternatif pemecahan dari problem kejiwaan manusia.

2.2.3. Memenuhi Kebutuhan Sosial

Dalam kehidupannya manusia tidak dapat berdiri sendiri. Dia ada dalam lingkungan sosialnya dan berinteraksi dengan lingkungan social tersebut. Interaksi yang bersifat kekuasaan dapat dipelajari dengan menggunakan ilmu politik. Tatanan bermasyarakat yang bertumpu pada kekuasaan dalam menentukan kebijakan publik dan bagaimana cara manusia bisa memberikan pengaruh kekuasaannya dalam sebuah kebijakan publik dapat dikaji dengan menggunakan ilmu politik dan dilgitimasikan dengan menggunakan ilmu hokum. Konstelasi kelas dalam masyarakat juga dapat dikaji dengan ilmu sosioligi yang dengannya dapat mendukung pemegang kebijakan untuk melaksanakan tugas atau melanggengkan kekuasaannya.

2.2.4. Memenuhi Kebutuhan Spiritual

Dalam memenuhi kebutuhan beragama tak kurang manusia memerlukan ilmu. Dalam agama islam ada ilmu fiqh yang mempelajari bagaimana cara-cara melakukan peribadatan. Ada ilmu mustalah hadits yang menyaring kesahihan sebuah hadits dengan seksama. Bahkan ilmu pengetahuan seperti astronomi misalnya dapat membantu memenuhi kebutuhan spiritual umat islam dalam menjalankan aktifitas ibadahnya misalnya dalam menentukan awal dan akhir romadhon maupun menentukan arah kiblat. Ilmu pengetahuan juga meningkatkan hubungan transenden manusia dengan Tuhan dengan memberikan kesan kerohanian melalui arsitektur tempat peribadatannya.

3. Manfaat Pengetahuan Lain dalam Kehidupan

3.1 Definisi Pengetahuan dan Jenis Pengetahuan

3.1.1. Definisi Pengetahuan

Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu knowledge. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (Knowledge is justified true belief).

Sedangkan secara terminologi akan dikemukakan beberapa definisi tentang pengetahuan dari beberapa ahli. Menurut Drs. Sidi Gazalba, pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu, pekerjaaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insyaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan ini adalah semua milik atau isipikiran. Denagan demikian pengetehuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.

Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan yang diketahui oleh manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif.

Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa pengetahuan dalamarti luas berarti semua kehadiran internasional objek dalamsubjek. Namun dalam arti sempit dan berbeda dengan imajinasi atau pemikiran belaka, pengetahuan hanya berarti putusan yang benar dan pasti (kebenaran, kepastian). Disini subjek sadar akan hubungan objek dengan eksistensi. Pada umumnya, adalah tepat kalau mengatakan pengetahuan hanya merupakan pengalaman “sadar”. Karena sangat sulit melihat bagaimana persisnya suatu pribadi dapat sadar akan suatu eksisten tanpa kehadiran eksisten itu dalam dirinya.

Orang pragmatis, terutama john Dewey tidak membedakan pengetahuan dengan kebenaran ( antara knowledge dengan truth ). Jadi, pengetahuan harus benar, kalau tidak benar adalah kontradiksi.

3.1.2. Jenis Pengetahuan

Beranjak dari pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan, maka di dalam kehidupan manusia dapat memiliki berbagai pengetahuan dan kebenaran. Burhanudin Salam, mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat, yaitu:

Pertama, pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense, dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. Semua orang menyebutnya sesuatu itu merah karena itu memang merah, benda itu panas karena memang dirasakan panas dan sebagainya. Dengan common sense, semua orang sampai pada keyakinan secara umum tentang sesuatu, dimana mereka akan berpendapat sama semuanya. Common sense diperoleh dari pengalaman kehidupan sehari- hari.

Kedua, pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan objektif. Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk megorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan peengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode.

Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif, tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya dengan observasi, eksperimen, klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan unsure pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat subjektif karena dimulai dengan fakta. Ilmu merupakan milik manusia secara komprehensif.

Ketiga, pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit dan rigid, filsafat hal yang lebih luas dan mendalam.

Keempat, pengetahuan agama, yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan mengandung beberapa hal yang pokok yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan tuhan, yang sering juga disebut dengan hubungan vertical dan cara berhubungan dengan sesama manusia, yang sering disebut dengan hubungan horizontal.

3.1.3. Pengetahuan lain

Menurut pandangan positivist syarat ilmu pengetahuan adalah observable, measurable, testable dan predictable, yang artinya ilmu pengetahuan harus bersifat empiris. (Senn dalam Suriasumantri, 2009:115).

Beberapa aliran filsafat sependapat dengan positivisme, antara lain positivisme logis, empirisme, realisme, essensialisme dan objektivisme. Masing-masing aliran mendasarkan pandangannya pada prinsip-prinsip tertentu.

Sebagai contoh realisme yang memiliki prinsip mutlak sebagai berikut : 1) kita memersepsi objek fisik secara langsung. Dalam hal ini tidak ada perantara diantara pancaindera kita dan otak kita yang memfilter dalam memersepsikan obyek. 2) Objek ini adanya tidak tergantung pada diri kita dan menempati posisi tertentu di dalam ruang. Artinya obyek bukanlah ide kita tetapi ide kita memberi persepsi akan obyek. 3) ciri khas objek ini seperti apa adanya sebagaimana kita memersepsinya. Yang dimaksud disini adalah bahwa yang kita persepsikan adalah sebuah obyek yang memang ada. (Rand, 2003).

Ini menunjukkan bahwa diluar obyek yang bisa dikaji sebagaimana diatas merupakan pengetahuan lain selain pengetahuan yang yang berwujud ilmu. Pengetahuan bentuk lain ini sifatnya cenderung subyektif. Sifat subyektif tersebut muncul karena tidak adanya data pendukung empiris yang bisa digunakan untuk memberikan bukti dari pengetahuan tersebut.

Adapun pengetahuan lain yang bukan merupakan ilmu tetapi diperoleh manusia dalam kehidupannya. Karena sifatnya yang subyektif ini maka pengetahuan non ilmu yang dimiliki oeh seseorang belum tentu (untuk tidak mengatakan tidak mungkin) bisa diterapkan pada orang lain. Contoh pengetahuan selain ilmu adalah:

3.1.3.1. Pengalaman

Pengalaman bila kemudian diuji dan diulang dan terbukti konsisten maka bisa meningkat derajatnya menjadi ilmu pengetahuan. Tetapi pengalaman yang bersifat insidental belum tentu dapat dikatakan sebagai ilmu. Hal ini mengingat ketika seseorang mendapatkan pengalaman maka pengalaman tersebut masih bersifat individual sampai kemudian ada pengalaman yang sama dialami oleh orang yang berbeda. Dengan penyimpulan induktif maka muncullah ilmu tentang hal yang dialami oleh orang tersebut.

3.1.3.2. Mimpi

Mimpi merupakan pengetahuan yang didapatkan oleh manusia pada saat tidur yang biasanya masih terekam ketika dia bangun. Gambaran dalam mimpi bisa merupakan pengalaman yang pernah dijalani semasa orang tersebut terbangun, tetapi sering tidak merupakan aktifitas atau kondisi yang telah dialaminya. Dalam hal ini seseorang bisa mendapatkan pengetahuan baru dari mimpi. Namun dengan sifatnya yang subyektif dialami secara incidental dan tidak bisa diadopsi oleh orang lain membuatnya maka oleh kaum positivist dianggap diluar ilmu.

3.1.3.3. Wahyu

Wahyu adalah sesuatu yang secara transenden didapatkan oleh nabi dari Tuhan. Wahyu biasanya berupa aturan-aturan hidup yang kemudian oleh Nabi atau Rosul dibawa untuk disebarkan kepada pengikutnya dan diimplementasikan dalam kehidupan mereka.

3.2 Manfaat Pengetahuan Lain dalam Kehidupan

Pokok persoalan dalam etika keilmuan selalu mengacu kepada “ elemen-elemen” kaidah moral yaitu hati nurani, kebebasan dan tanggung jawab, nilai dan norma yang bersifat utilitaristik (kegunaan ). Hati nurani di sini adalah penghayatan tentang yang baik dan yang buruk yang dihubungkan dengan perilaku manusia.

Penerapan ilmu pengetahuan yang telah dihasilkan oleh para ilmuwan, apakah itu berupa teknologi, maupun teori-teori emansipasi masyarakat dan sebagainya itu, mestilah memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, nilai agama, nilai adat dan sebagainya. Ini berarti ilmu pengetahuan tersebut itu tidak bebas nilai. Karena ilmu sudah berada ditengah-tengah masyarakat luas dan masyarakat akan mengujinya.

Oleh karena itu, tanggung jawab lain yang berkaitan dengan penerapan teknologi di masyarakat, yaitu menciptakan hal positif. Meskipun tidak semua teknologi atau ilmu pengetahuan selalu memiliki dampak positif ketika berada ditengah masyarakat.

Ditengah situasi dimana nilai mengalami kegoncangan, maka seorang ilmuwan harus tampil kedepan. Banyaknya pengetahuan yang dimilikinya merupakan kekuatan yang akan memberinya keberanian. Hal yang sama harus dilakukan pada masyarakat yang sedang membangun, seorang ilmuwan harus bersikap sebagai seorang pendidik dengan memberikan contoh yang baik.

Ilmu pengetahuan harus terbuka pada konteksnya, dan agamalah yang menjadi konteksnya itu. Agama mengarahkan ilmu pengetahuan pada tujuan hakikinya, yakni memahami realitas alam, dan memahami eksistensi tuhan, agar manusia menjadi sadar akan hakikat penciptaan dirinya, dan tidakmengarahkan ilmu pengetahuan “ melulu” pada praxis, pada kemudahan-kemudahan materil duniawi. Solusi yang diberikan oleh Al-Qur an terhadap ilmu pengetahuan yang terikat dengan nilai adalah dengan cara mengembalikan ilmu pengetahuan pada jalur semestinya, sehingga ia menjadi berkah dan rahmat kepada manusia dan alam bukan sebaliknya membawa mudharat (Moeflih Hasbulah, 2000).

Hal tersebut menjadikan ilmu pengetahuan sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia karena dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kemajuan bagi umat manusia secara keseluruhan.

4. Asas-Asas Pemanfaatan Ilmu

Sebelum membicarakan tentang azas-azas pemanfaatan ilmu perlu dibahas apakah ilmu bebas nilai ataukah taat nilai. Bebas nilai dalam artian ia tidak terikat oleh sesuatu apapun di luar objeknya sendiri serta ilmu pengetahuan netral. Ini seperti telah menjadi axioma bagi pengembangan keilmuan modern.

Sementara yang dimaksud dengan taat nilai adalah sebagaimana tercatat dalam sejarah banyak kalangan dalam komunitas keilmuan sendiri yang menganggap ilmu adalah manifestasi dari nilai-nilai. Bahkan sampai saat ini pertentangan itu semakin sengit terutama datang dari kalangan panganut paham etika, estetika, agama, sosial, budaya dan lainnya.

Sejak zaman Yunani kuno, di mana etika dan estetika mendapat tempat kehormatannya yang tinggi, klaim bahwa ilmu pengetahuan terikat oleh nilaipun sudah menggejala. Sebagai misal idea Aristoteles tentang ilmu pengetahuan yang berasumsi bahwa ilmu itu tumbuh dengan nilai-nilai. Keduanya menyatu dan tak terpisahkan satu sama lain. Realitas objek dan subjek saling berkaitan satu sama lain dan sulit untuk dipisahkan.

Ilmuwan di zaman kontemporer pun berpendapat demikian. Mereka berasumsi bahwa; (Gahral, 2002) Pertama, fakta tidak bebas melainkan bermuatan teori. Kedua, Tidak satu teori pun yang dapat sepenuhnya dijelaskan dengan bukti-bukti empiris, kemungkinan muncul fakta anomali selalu ada. Ketiga, fakta tidak bebas melainkan sarat nilai. Keempat, interaksi antara subjek dan objek penelitian. Hasil penelitian bukan reportase objektif melainkan hasil interaksi manusia dan semesta yang sarat persoalan dan senantiasa berubah.

Ilmuwan kontemporer juga mengatakan bahwa ilmuwan bekerja dalam kerangka sistem kepercayaan atau paradigmanya masing-masing. Alam ini tidak menguraikan dirinya sendiri. Ia terbentuk menjadi teori ilmu yang berangkat dari beberapa set cara pandang, pemikiran, pengaruh personal, pertimbangan kekelompokan, sosial, nilai dan lainnya. Maka kemudian ilmu tidaklah bebas meski diupayakan kearah itu. Objektifitas ilmu mesti berdampingan dengan subjektifitasnya dan nilai-nilaipun selalu mendampinginya.

Oleh karenanya pengembangan dan pemanfaatan ilmu harus didasarkan pada azas-azas yang mendukung keharmonisan semesta. Dalam hal ini manusia tidak boleh secara egois memanfaatkan ilmu pengetahuan sekedar untuk memenuhi kebutuhan nafsu mereka, melainkan harus pula mempertimbangkan sisi humanisme dan ekosistem.

5. Kasus-Kasus Penyalahgunaan Ilmu

Ilmu pengetahuan secara aksiologis memiliki peran yang besar dalam proses manusia mengisi peradabannya. Banyak hal yang semula tak mungkin terjadi menjadi benar-benar terjadi dengan interfensi ilmu pengetahuan. Namun banyak pula ketidakberpihakan pada manusia atas penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang secara sinergis berkembang.

Malahan manusia mengalami dehumanisasi. Mereka berubah menjadi mesin-mesin yang bekerja bersama dengan teknologi dan ilmu pengetahuan untuk merusak dan merekayasa alam sekitar demi kemaslahatan sebagian dari mereka. Mereka juga manjadi korban dari penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak kasus penyalahgunaan ilmu pengetahuan yang pada awalnya diharapkan dapat digunakan bagi kemaslahatan manusia.

Kasus Perang merupakan salah satu contoh dari penyalahgunaan ilmu pengetahuan. Bagaimana eropa luluh lantak pada Perang Dunia I, bagaimana Hirosima dan Nagasaki menjadi hancur lebur oleh penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pada Perang Dunia II, serta Afganistan dan Irak yang sampai sekarang masih terpuruk oleh percobaan alat-alat tempur Amerika.

Revolusi Industri yang disatu sisi menjadi pemicu pesatnya pertumbuhan ilmu dan teknologi juga memberi ekses buruk kepada manusia dan alam sekitarnya. Pencemaran, efek rumah kaca dan terbukanya lapisan ozon di kutub yang mengakibatkan munculnya radikal bebas juga menghantui manusia.

Belum lagi dengan perkembangan bioteknologi semacam rekayasa genetic dan cloning. Dari sisi menfaat memang rekayasa genetic memiliki kemampuan dan potensi luar biasa untuk mengatasi hajat hidup manusia. Namun juga tidak menutup kemungkinan mengakibatkan bencana bagi kemanusiaan. Demikian juga dengan cloning. Disatu sisi potensi cloning sangat luar biasa dalam mengatasi permasalahan hidup manusia. Tetapi disisi lain cloning juga memiliki potensi besar untuk mengubur manusia dalam kebiadaban.

6. Penutup

Akhirnya perlu kearifan manusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya. Sebagaimana kearifan tuhan telah menciptakan manusia dengan bekal akal yang diberikanNya. Suatu ketika Rasulullah sedang berjalan bersama para sahabat beliau. Sampai beliau disebuah kebun korma. Ada seorang petani yang sedang melakukan penyerbukan terhadap korma dikebunnya. Kemudian Rosulullah bertanya. “Apa yang sedang kamu lakukan”. Orang tersebut menjawab bahwa dia sedang melakukan penyerbukan korma. Kemudian beliau berkata “alangkah baiknya jika engkau tidak melakukan itu”.

Maka pada masa panen berikutnya produksi korma menurun. Rosulullah bertanya mengapa produksi korma menurun. Para sahabat menjawab bahwa petani tidak melakukan penyerbukan korma karena Rosulullah pernah menegur diantara mereka. Kata Rosulullah kemudian “Kamu lebih tahu tentang duniamu”.

Dari bahasan dan riwayat diatas bisa kita tarik kesimpulan bahwa ilmu pengetahuan memang diberikan Tuhan pada manusia untuk menghadapi dunianya. Manusia diberi kesempatan oleh Allah untuk menggunakan ilmu pengetahuannya. Tetapi teguran Rosulullah untuk tidak menyerbukkan korma merupakan nasihat agar manusia berhati hati dan harus bersikap bijaksana dalam melakukan rekayasa terhadap alam sekitarnya. Kalau perlu dengan selalu meminta ampun dan syukur kepada Allah karena telah memanfaatkan keringanan yang diberikan olehNya.

DAFTAR PUSTAKA

Adian, Donny Gahral, Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan dari David Hume hingga Thomas S Kuhn, (Jakarta; Teraju) 2002

Levin, Michael. "What Kind of Explanation is Truth?". in Jarrett Leplin. Scientific Realism. Berkeley: University of California Press. pp. 124–1139. 1984

Nasution, Harun. Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah, UI Press, Jakarta, 1987.

Rand, Ayn, Introduction to Objectivism Epistemology.(New York; A Mentor Book New American Library, 1979).Terjemahan Indonesia oleh Cuk Ananta Wijaya Pengantar Epistemologi Objektif, (Yogyakarta; Bentang Budaya) 2003

Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu .( Jakarta ; PT Raja Grafindo Persada) 2004.

Suriasumantri, Jujun S, Ilmu dalam Perspektif. (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia) 2009.

MANFAAT ILMU DALAM KEHIDUPAN

Nur Hidayat

Faoyan Agus Furyanto

ABSTRACT

1. Pengantar

Sebelum kita membicarakan secara detil tentang manfaat ilmu dalam kehidupan, perlu kiranya kita membuka lembaran pertama sejarah filsafat yang dimulai dari Yunani tepatnya dari Miletus. Disinilah awalnya filsafat yang kemudian juga menjadi cikal bakal ilmu pengetahuan. Adalah Thales yang pertama-tama, tercatat dalam sejarah, mencoba menjelaskan unsur pendukung alam semesta. Meski dalam tahapan yang sangat sederhana Thales berusaha untuk mengurai fenomena alam dengan berusaha merumuskan penyusun alam semesta yaitu air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar